JavaMagazine (Surabaya) - Perilaku remaja kian permisif terhadap seksualitas. Meski telah memiliki
pengetahuan tentang infeksi menular seksual dan setuju bahwa hubungan
seks pranikah tak boleh dilakukan sebelum menikah, jumlah remaja yang
berhubungan intim pranikah tetap tinggi.
Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia Agustin Kusumayanti memaparkan hal itu
pada seminar bertema ”Remaja Berkualitas, Indonesia Sejahtera” dalam
rangka Hari Keluarga Nasional, Kamis (12/6), di Surabaya.
Acara
itu juga dihadiri Guru Besar Psikologi Universitas Surabaya Jatie K
Pudjibudojo dan Deputi Keluarga Sejahtera dan Pembangunan Keluarga Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sudibyo Alimoeso.
Agustin
mengatakan, tidak ada korelasi sikap dan pengetahuan remaja seputar
hubungan seksual pranikah dengan perilaku seksual yang ditunjukkannya.
Berdasarkan data Sensus Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012,
sebanyak 8,3 persen remaja laki-laki dan 1 persen remaja perempuan
berusia 15-24 tahun telah berhubungan seks pranikah. Mereka kebanyakan
tinggal di perkotaan.
Padahal, remaja itu memiliki pengetahuan
tentang pubertas, HIV/AIDS, dan penyakit infeksi menular seksual (IMS).
Bahkan, lebih dari 80 persen dari total populasi remaja yang disensus
menyatakan tidak setuju dengan perilaku seks pranikah.
Namun,
ternyata perilaku seksual mereka tak berbanding lurus dengan pengetahuan
dan sikapnya. Pegangan tangan, berciuman, hingga saling bersentuhan
merupakan beberapa hal yang biasa dilakukan sebagian remaja ketika
berpacaran.
Kehamilan tak diinginkan
Jatie
menambahkan, remaja yang melakukan hubungan seks pranikah kerap
berakhir dengan kehamilan tidak diinginkan dan sebagian besar dari
mereka terpaksa menikah. Hal itu mengakibatkan remaja perempuan hamil
kian banyak dan melahirkan pada usia muda.
”Masyarakat sedang sakit. Tata nilai yang dianut orangtua harus diubah,” kata Agustin.
Orangtua
harus mulai terbuka membicarakan pendidikan seks di rumah. Di sekolah,
pendidikan kesehatan reproduksi harus diberikan dan lingkungan mesti
turut mengontrol perilaku remaja.
Semua pihak, baik orangtua, pemerintah, maupun lingkungan, harus menempatkan pembangunan remaja berkualitas sebagai prioritas.
Pemerintah
dan lingkungan juga seharusnya menciptakan situasi dan kondisi yang tak
memungkinkan remaja memikirkan hal negatif sehingga mereka akan tumbuh
seperti yang diharapkan.
Banyak masalah pada remaja yang muncul
ketika mereka menginjak dewasa. Sementara itu, prioritas pembangunan
remaja selalu saja dikalahkan kepentingan lain.
”Program pemerintah yang bagus juga biasanya implementasinya lemah,” kata Agustin menambahkan.
Sementara
itu, Kepala BKKBN Fasli Jalal, dalam pembukaan seminar, menyatakan,
saat ini ada 64 juta jiwa remaja di Indonesia atau 27 persen dari jumlah
total penduduk. Salah satu persoalan remaja yang mencemaskan adalah
kecenderungan berhubungan seks pranikah yang dari waktu ke waktu terus
meningkat.
Menurut Fasli, BKKBN berupaya memberdayakan sebagian
remaja untuk menjadi konselor sebaya. Mereka dilatih bagaimana menjadi
konselor kesehatan reproduksi sehingga diharapkan bisa mengajak remaja
lain yang perilaku seksualnya berisiko untuk melakukan berbagai
aktivitas yang positif.
Agustin menilai, konselor sebaya efektif untuk mencegah remaja sebab remaja cenderung lebih terbuka terhadap sesama remaja.
Remaja Indonesia Permisif Masalah Sex
05.47
Java Magazine
0 komentar:
Posting Komentar