JavaMagazine - Bagi pria, seks tidak selalu menimbulkan cinta. Tapi bagi otak pria,
seks merupakan bahan aktif penting dalam rangkaian proses jatuh cinta.
Rendaman testosteron yang terjadi dua kali dalam perkembangan otak pria
membuatnya jauh lebih peka terhadap munculnya ‘gempa testosteron’ yang
menggugah hasrat bercinta.
Dengan kepekaannya yang tinggi otak
pria hanya membutuhkan waktu 1/5 detik saja untuk menilai apakah seorang
wanita menarik secara seksual atau tidak. Saking cepatnya otak dalam
menanggapi rangsangan, bahkan pria sendiri sampai tidak sadar ketika
penisnya bereaksi dan mengalami ereksi!
“Otak yang terangsang
kemudian mengirimkan sinyal ini ke penis, sehingga penis mengalami
ereksi,” ujar dr. Ryu Hasan. Sebelum usia 40 tahun, hanya dengan
‘melihat’, seorang pria bisa benar-benar ereksi. Kemampuan ini akan
menurun setelah pria melewati usia 40 tahun. Sehingga, butuh stimulasi
fisik untuk ereksi yang cukup bagi proses penetrasi.
Jalannya
proses rangsangan dari otak ke organ tubuh reproduksi ini juga terjadi
pada wanita. Bedanya, jika kepuasan seksual pria terpusat pada penisnya,
maka pada wanita sentral kepuasan seksual ini tersebar di seluruh
bagian tubuhnya. Sehingga, bukan hal aneh jika seorang pria akan
mengejar proses penetrasi, sementara wanita lebih fokus pada proses
foreplay.
“Semua fakta ini menunjukkan bahwa otak merupakan organ
seksual terbesar manusia. Jadi, kenikmatan hubungan seksual itu adalah
masalah otak,” lanjut neurolog ini. Jadi, jangan takut untuk memanjakan
otak Anda dengan fantasi seks, sebab gambaran mental yang kuat ini akan
membangkitkan gairah membara dalam sesi bercinta Anda bersama pasangan.
Tahun
2001, para peneliti dari Universitas Harvard di Amerika menemukan bahwa
ada perbedaan ukuran pada beberapa bagian otak wanita dan pria. Pria
memiliki amigdala yang lebih besar. Bagian otak ini mengatur perilaku
seksual dan sosial. “Amigdala adalah pusat ego. Sehingga, ketika otak
seorang pria sedang kebanjiran dopamin, ia akan menjadi individu yang
luar biasa egoistis, sekaligus posesif,” ungkap dr. Ryu Hasan.
Namun,
dalam otak juga terdapat suatu bagian yang disebut orbito frontal
cortex (OFC), yang membangkitkan sikap rela berkorban bagi orang lain
(altruisme). Baik wanita maupun pria sama-sama memiliki OFC, hanya
jumlahnya lebih dominan pada wanita. “Makin tinggi OFC seorang pria,
maka makin tinggi kecenderungannya untuk setia kepada pasangan, meski
’tsunami cinta’ telah berlalu,” tambahnya.
Dokter Ryu Hasan
mengatakan, secara statistik, pria rata-rata menginginkan 14 pasangan
seksual dalam hidup mereka, sedangkan wanita hanya satu sampai dua
pasangan saja. Untungnya, dorongan alami yang besar untuk berpoligami
pada pria ini dapat diredam oleh keberadaan gen vasopressin. Pria setia
cenderung memiliki rangkaian gen vasopressin yang lebih panjang
dibanding pria yang hobi berselingkuh. (1End).
Gen Setia Dan Mesin Cinta
01.11
Java Magazine
0 komentar:
Posting Komentar